2 Presiden yang Terlupakan, Berjasa Namun Tak Tercatat

Prosumbar - Indonesia ternyata pernah memiliki presiden selain Soekarno, Soeharto, BJ. Habibie, Abdurrahman Wahid (Gusdur), Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi). Diantara 7 nama itu, ada dua nama lain yang pernah juga memimpin negeri ini, yakni Syafruddin Prawiranegara dan Mr.Assat.



Dikutip dari Okezone, bahwa dua tokoh tersebut memiliki peran besar dalam upaya mempertahankan dan menyelamatkan negara dalam keadaan bahaya lantaran kekosongan kepala pemerintahan. Kepemimpinan itu juga yang harus dipegang bangsa Indonesia agar tetap diakui dunia Internasional sebagai sebuah negara yang merdeka.



Sjafruddin Prawiranegara


Sebagai orang terdekat Soekarno, Sjafruddin mendapat mandat untuk melanjutkan pemerintahan selama Soekarno-Hatta ditawan oleh Belanda. Saat itu, 19 Desember 1948, telah terjadi agresi militer II dengan menyerang dan menguasai ibu kota yang waktu itu masih di Yogyakarta, para pemimpin dan tokoh-tokoh nasional tertangkap dan diasingkan di Pulau Bangka.


Akibat ditangkapnya sejumlah tokoh-tokoh penting itu, keadaan negara tidak berjalan normal. Maka untuk mengisi kekosongan pemerintahan, Sjafruddin mengusulkan dibentuknya pemerintahan darurat.


Sebagai orang kepercayaan Soekarno, Sjafruddin yang merupakan kelahiran Serang, Banten itu mendapat mandat melalui telegram Soekarno yang berbunyi, “Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu Kota Jogjakarta. Djika dalam keadaan pemerintah tidak dapat mendjalankan kewajibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra”.


Sayangnya, pesan tersebut tidak sampai ke tangan Sjafruddin. Meski demikian, pada saat bersamaan Sjafruddin Prawiranegara ternyata memiliki inisiatif yang sejalan dengan Presiden Soekarno. Dari situlah terbentuk sebuah pemerintahan darurat yang dipimpin langsung oleh Sjafruddin Prawiranegara.


Setelah melalui hasil pertemuan dan rapat, demi untuk menyelamatkan negara, maka pada 22 Desember 2948 di Payakumbuh dan disetujui oleh Gubernur Sumatera Mr.T.M.Hasan, PDRI diproklamirkan dan Sjafruddin duduk sebagai ketua/presiden merangkap Menteri Pertahanan, Penerangan, dan Luar Negeri, ad. interim. Kabinatenya dibantu Mr. T.M. Hasan, Mr. S.M. Rasjid, Mr. Lukman Hakim, Ir. Mananti Sitompul, Ir. Indracahya, dan Marjono Danubroto. Adapun Jenderal Sudirman tetap sebagai Panglima Besar Angkatan Perang. 


Setalah melalui perjuangan panjang PDRI hingga akhirnya Belanda pun terjepit karena agregasi besar-besaran yang diluncurkan Indonesia hingga dunia internasional mengecam Belanda, akhirnya dilakukanlah perundingan bersama Soekarno-Hatta yang dinamakan perjanjian Reom-Royen. Nah, setelah perjanjian itu disepakati, Sjafruddi menyerakan kembali mandatnya kepada Presiden Soekarno pada 13 Juli 1949 di Yogyakarta. Dengan demikian, berakhir juga perjalanan DPRI dan Presiden Sjafruddin yang hanya menjabat genap 207 hari.


2. Mr. Assaat


Mr. Assaat lahir di Jorong Pincuran Landai, Kenagarian Kubang Putih, Agam, Sumatera Barat pada 18 September 1904.


Ia sempat bersekolah di sekolah kedokteran School tot Opleiding van Indlandsche Artsen (STOVIA).


Namun, karena tidak berminat di bidang kedokteran, ia pun pindah ke sekolah tinggi hukum Rechtshogeschool (RHS).


Setelah menamatkan studinya di Belanda, ia sukses memperoleh gelar meester in de rechten (Mr).


Sekembalinya ke tanah air pada tahun 1939, Mr. Assaat mulai banyak terlibat dalam kegiatan organisasi pergerakan.


Ketika Soekarno menjabat sebagai Presiden dan Mohammad Hatta menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS), maka Mr. Assaat menjadi pejabat Presiden untuk sementara waktu.


Ia bertugas untuk memimpin pemerintahan RI ketika negara ini resmi mengadopsi bentuk serikat.


“Mr. Assaat sebagai Presiden RI, dan Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS,” tulis Ahmad Mansyur Suryanegara dalam Api Sejarah 2.